Pengaruh Agama pada Candi Sumberawan dan Masyarakat

Pengaruh agama pada Candi Sumberawan menjadi salah satu perjalanan sejarah di Indonesia. Candi sendiri terdapat pada beberapa bagian pulau dan menyimpan banyak sejarah para pendahulu.

Baca Juga : Tiket Naik Candi Borobudur, Berapa Sih Budgetnya?

Salah satunya Candi Sumberawan yang letaknya di desa Sumberawan, kec. Singosari, Malang, Jawa Timur. Peninggalan sejarah dari agama Hindu – Budha yang pernah menyebar pada negara ini.

Kehadirannya ternyata menyimpan sejarah pengaruh agama pada Candi Sumberawan itu sendiri. Sebelum memasuki poin pentingnya, mari kita simak terlebih dahulu sejarah dari Candi Sumberawan.

Mengenal Sejarah Candi Sumberawan

Merupakan salah satu candu dengan bentuk unik karena hanya membentuk sebuah stupa. Letaknya 6 Km dari Candi Singosari sering umat Budha gunakan pada masa lalu untuk beribadah.

Pertama kali peneliti temukan pada tahun 1904, kemudian pada tahun 1935 peneliti dari Dinas Purbakala mengadakan kunjungan. Bangunan bersejarah ini menjadi bangunan stupa satu – satunya berada di Jawa Timur.

Bangunan candinya terdiri dari kaki serta badan berbentuk stupa. Para ahli purbakala memperkirakan bangunan ini bernama Katuranggan yakni sebuah nama yang populer dalam kitab Negarakertagama.

Tempat ini Hayam Wuruk kunjungi pada tahun 135 Masehi, ketika ia mengadakan perjalanan keliling. Dan melalui bentuk tulisan dalam stupanya perkiraan bangunan ini berdiri pada abad ke 14 sampai 15 Masehi tepatnya pada periode Majapahit.

Terlihat dari bentuk stupa candinya, menunjukan latar belakang keagamaannya bersifat Buddhisme dan merupakan peninggalan dari kerajaan Singasari. Dengan latar belakang sejarah tersebut, bangunan ini menunjukan adanya pengaruh agama pada Candi Sumberawan.

Pengaruh Agama pada Candi Sumberawan dan Masyarakat

Ada pengaruh agama yang kuat dari bentuk bangunan serta tulisan dalam stupa tersebut. Seperti sudah kita singgung sebelumnya, bentuk stupa pada bangunan ini menunjukan sifat Buddhisme yang kuat.

Bermakna candi ini termasuk sebagai candi agama Buddha dan sering masyarakat terdahulu gunakan sebagai tempat pemujaan. Bentuk stupa tersebut juga mirip dengan Candi Borobudur, namun untuk bagian puncaknya sudah hilang.

Inilah yang menunjukan adanya pengaruh agama pada Candi Sumberawan, terlihat jelas dari bentuk bangunannya. Serta fungsinya pada masa lalu, sebagai tempat penduduk beragama Buddha menjalankan ibadah.

Sedangkan pengaruhnya bagi masyarakat setempat pengunjungnya kini terbagi menjadi beberapa bagian. Ada masyarakat biasa dengan tujuan non ritual dan sebagian lainnya bertujuan untuk melakukan kegiatan keagamaan.

Untuk kegiatan keagamaan terbagi menjadi bagian yakni; menjadikan stupa tempat ibadah, telaga stupa mempunyai banyak khasiat, dan kelompok yang mempunyai ikatan spiritual dengan kerajaan terdahulu.

Para penganut agama Buddha menggunakan tempat ini sebagai ruang ibadah serta ruang ritual. Tempat ini juga menjadi lokasi masyarakat menjalankan ritual, karena masyarakat yakin dengan sejarahnya.

Penduduk datang untuk beribadah, mandi, meminum air dari sumber air Candi Sumberawan. Sebagian juga sering mengadakan bentuk rasa syukur setiap bulan suro datang pada candi tersebut.

Jadi tidak hanya menunjukkan pengaruh agama pada Candi Sumberawan. Tapi dapat kita tarik kesimpulan bangunan bersejarah ini membawa pengaruh besar pada kebiasan dan adat istiadat masyarakat sekitar.

Bukan hanya itu saja, bangunan dan lingkungan pada candi tersebut menyimpan hal – hal menarik lainnya. Bahkan banyak masyarakat tetap mempertahankan hal menarik tersebut agar tetap lestari.

Hal Menarik Candi Sumberawan

Banyak hal menarik atau unik dari bangunan bersejarah ini selain pengaruh agama pada Candi Sumberawan, seperti bangunannya yang terbuat batu vulkanik hitam dan lokasinya berada di kaki Gunung Arjuna. 

Sehingga membuat stupa ini terlihat cantik karena sekelilingnya terdapat beberapa mata air dengan makna spiritual tertentu. Kini lokasinya sudah terlihat lebih cantik karena mendapatkan perawatan terlihat seperti taman.

Selain itu, ada juga tempat menginap bagi kalian yang ingin melakukan pemujaan pada hari raya Buddha tertentu. Bagian menarik lainnya ada mata air Tirta Amerta, lokasinya di permukaan tanah lebih rendah dari candi tersebut.

Sumber air Tirta Amerta seringkali umat Buddha gunakan dalam acara tertentu dan air upacara pembaptisan agama Kristen. Menurut legenda yang beredar ada kisah menarik dari mata air satu ini.

Menurut legenda, air tersebut pernah menjadi rebutan antara para dewa karena khasiatnya luar biasa serta kesuciannya. Para dewa ketika ingin mendapatkan air tersebut harus mengaduknya dengan Gunung Mandara.

Airnya juga terkenal jernih sekali bahkan dapat kita minum secara langsung. Pengunjung juga bisa mencuci muka atau minum airnya tapi tidak boleh mengotori air Tirta Amerta. Masyarakat juga sering menggunakannya untuk acara tertentu.

Kegiatan Tirta Amarta Sari

Bukan hanya memperlihatkan pengaruh agama pada Candi Sumberawan, bangunan ini membawa adat baru pada masyarakat. Yang mana sebagai rasa syukurnya, masyarakat Toyomarto mengadakan ‘Tirta Amarta Sari’ setiap bulan suro.

Masyarakat meyakini bahwa air tersebut merupakan terusan dari Gunung Arjuna dan percaya airnya memiliki banyak khasiat. Sebab gunung Arjuna sendiri sering masyarakat gunakan sebagai tempat mencari ilmu, bersemedi atau pemujaan.

Dalam kegiatan tersebut masyarakat mengambil air dari 13 sumber mata air yang ada, salah satunya dari candi ini. Tujuan dari acara ini untuk menunjukan rasa syukur pada alam atau sedekah bumi.

Masyarakat juga percaya dengan adanya ritual tersebut bisa menghindarkan dari marabahaya. Tujuan lainnya adalah melestarikan budaya jadi setiap tahunnya selalu penduduk sekitar laksanakan.

Kegiatan tersebut juga sudah ada sejak zaman kerajaan Singosari, alias sudah turun temurun. Adapun dalam acara ini mulai dengan kirab bersama, yang mana seluruh penduduk desa Sumberawan akan mengikutinya.

Nantinya ada perwakilan 13 orang putri yang memimpin kirab serta membawa kendi dan mengambil air dari 13 sumber mata air. Kemudian berlanjut dengan puncak acara yakni memutari stupa bersama pemangku adat sebagai pemimpinnya.

Kegiatan memutari stupa pemangku adat lakukan bersama aparat desa juga 13 putri tadi. Setelahnya ada doa bersama serta pembagian nasi tumpeng dalam wisata cagar alam tersebut. 

Acaranya terus berlangsung setiap tahunnya, bagi kalian yang merasa penasaran bisa datang secara langsung ketika menjelang bulan suro datang.

Follow Primaradio.co.id untuk mendapatkan informasi teruptodate Disini