Ode to My Father merupakan salah satu pertunjukan terhebat pada tahun 2014 yang mampu menguras emosi seluruh penontonnya. Jadi bukan hanya pertunjukkan Gangnam style saja, melainkan perkembangannya lebih dari itu.
Baca juga: A Moment to Remember Film Korea dengan Nilai Terbaik
Film ini menjadi yang tersukses di Korea karena, pendapatannya sangat tinggi mencapai 13,1 juta penjualan tiketnya. Dalam perfilman Korsel menjadi dua pertunjukan dengan pendapatan paling besar.
Dari sini saja, kalian sudah bisa menangkap bagaimana pertunjukan ini membuat kalian akan terbuai dan hingga akhirnya meneteskan air mata. Karena jalannya cerita memang mengharukan, penuh dengan intrik menarik.
Prestasinya ternyata bukan hanya soal penonton saja. Film karya sutradara Yoon Je-Kyoon ini juga mampu menghasilkan berbagai prestasi mendalam. Salah satunya menjadi pertunjukan terbaik pada tahun itu.
Sinopsis Singkat dari Ode to My Father
Cerita berlangsung selama perang Korea yang terjadi pada tahun 1950. Waktu itu ada begitu banyak pengungsi terlibat, termasuk seorang anak bernama Deok-soo yang harus kehilangan kakaknya bernama Mak-soon.
Saat itu, keduanya terpisah karena kakaknya sedang menaikkan tali kapal yang tinggi. Dari kejadian itu, Ayahnya meminta Deok-so untuk pergi ke pelabuhan bersama ibu dan kedua adiknya terlebih dulu.
Pada momen tersebut, Ayahnya memberikan arahan untuk Deok-so menjadi kepala keluarga, menjaga ibu dan kedua adik-adiknya. Setelah itu berpisah dan lelaki kecil itu tinggal bersama Bibinya yang menjalankan bisnis.
Ode to My Father memberikan sebuah cerita yang memang menarik dan berbeda. Bagaimana sebuah keluarga harus terpisah, kondisi tersebut terjadi akibat adanya sebuah perang pada tahun 1950.
Bila dikatakan sebagai kisah nyata sebenarnya tidak. Tetapi, semua kisah dan adegannya memang menjadi nyata bagi kalian yang merasakan bagaimana terpisah akibat sebuah konflik antar negara.
Ulasan Mendalam yang Menyentuh Hati
Dari sinopsis tersebut sudah tahu bagaimana cerita ini akan berjalan. Bagaimana penikmat film akan merasa terikat dengan pertunjukan tersebut. Tidak heran bila para penontonnya merasa ikut dalam alur.
Bahkan, kalian akan merasa film ini benar-benar bagus dan sempurna sehingga kita memberikannya nilai 8 dari 10. Berikut beberapa alasan mengapa ada poin tersebut, simak pembahasannya di bawah ini.
Penulisan Naskah Tergolong Cerdas
Ode to My Father tidak akan menjadi sebuah pertunjukan megah dan mengesankan andai saja naskahnya biasa saja. Sayangnya Park So-jin mengemasnya dengan cara berbeda dan tergolong cerdas.
Penulis tersebut benar-benar memikirkan dan melakukan riset terlebih dulu sebelum membuat naskahnya. Hal tersebut terbukti dari pemilihan kata dalam setiap adegan terasa sangat tepat.
Artinya, penonton tidak harus mencerna perkataan para pemain dua kali, atau harus mengulang adegan itu agar paham maksudnya. Dari awal sampai akhir, selalu konsisten bahkan dalam semua suasana.
Park So-jin begitu lihai menggambarkan bagaimana suasana Korea pasca perang waktu itu. Semuanya diceritakan secara jelas, urut sesuai peristiwa yang terjadi sehingga momen sejarahnya tidak hilang.
Jadi bukan hanya sebuah film drama dengan plot perang saja, Park mampu memberikan jembatan antara suasana Korea tahun 1950 dengan kisah drama salah satu korbannya, dan ternyata berhasil
Pengemasan yang Megah
Ode to My Father bukanlah film sembarangan yang diproduksi begitu saja, Jk. Young selaku Sutradara mengemasnya dengan sangat megah. Artinya, setiap detail kecil begitu dipikirkan sehingga, terasa sempurna.
Salah satu contohnya adalah pemilihan set lokasi. Untuk kelas film drama keluarga, tergolong bagus, mampu membangun emosi secara perlahan, sehingga memberikan suasana lain bagi para penonton.
Ode to My Father juga harus berterima kasih dengan kinerja editornya Lee Jin. Berkat tangan dinginnya, penonton merasakan bagaimana perasaan Deok-soo, seorang anak korban perang yang terpisah dari keluarganya.
Transisi antar adegan dan per periodenya sangat mengalir. Kalian akan merasakan perbedaan mencolok di setiap menitnya, hal tersebut memberikan efek luar biasa sehingga semakin larut dalam cerita.
Seakan-akan kalian ikut merasakan bagaimana perasaan Deok-soo tanpa harus bermain flashback berulang. Tidak heran bila di beberapa bagian, momen sedih tersebut akan terasa dan cukup menyakitkan.
Rasa sakit yang tercipta dari Film Ode to My Father cukup berhasil akibat sinematografi Choi Young-Hwan. Lelaki ini mampu memainkan kameranya dengan baik, mengambil beberapa shot cerdas.
Terlihat sudut pandang yang berbeda, sehingga saat kebutuhan cerita mengharuskan kalian merasakan ketegangan, Choi mampu menyajikannya. Begitu juga ketika momen sedih atau gembira, semuanya terekam sempurna.
Penggunaan Efek Sesuai Porsi
Walaupun film bergenre drama, namun beberapa adegan menggunakan efek yang cukup bagus dan tidak berlebihan. JK. Youn paham benar bagaimana teknologi ini mampu memberikan sentuhan berbeda untuk filmnya.
Visualisasinya menjadi lebih hidup dan nyata, sebagai contoh ketika ada adegan orang banyak untuk melakukan evakuasi. Misalkan menggunakan jasa orang pasti biaya produksinya akan membengkak, karena jumlahnya banyak sekali.
Tetapi, kalau saat evakuasi itu hanya sedikit. Emosi penonton tidak akan tersampaikan, semakin melimpah jumlahnya, memberikan kesan bahwa dampak dari perang tersebut benar-benar luar biasa, beberapa pasti mulai tumbuh empati.
Maka dari itu, saat kita melihat momen ini cukup terkejut dan bertepuk tangan kecil. Penggunaan efek visualnya sangat bagus, tepat, dan sesuai dengan porsinya sehingga pembangunan emosi berjalan lancar.
Termasuk saat tuntutan adegan ledakan, pengemasan efek visualnya cukup halus. Hal tersebut membuat penonton merasakan bagaimana getirnya perang, atmosfer mencekam dan menakutkan, terlebih scoringnya ikut mendukung suasana tersebut.
