Niat Puasa Syaban (Arab, Latin, Terjemahan) & Tata Caranya

Beberapa menjadikan Ibnu Abi Sabrah sebagai perawi yang ditinggalkan. Namun meskipun sebagian ahli hadist menilai hadist ini lemah, tidak ada salahnya Anda tetap melaksanakan puasa Nisfu Syaban. Allah tentu akan memberikan pahala yang besar bagi siapa saja yang niat puasa Syaban.

Faktor yang Bisa Membatalkan Puasa

Faktor yang Bisa Membatalkan Puasa

Banyak orang yang bingung apa saja yang bisa membatalkan puasa selain makan dan minum. Untuk memudahkan Anda untuk memahami faktor apa saja yang bisa menyebabkan batalnya puasa, berikut ada 6 hal yang bisa menyebabkan puasa menjadi tidak sah.

1. Sengaja Makan dan Minum

Pembatal puasa yang pertama dan tentu diketahui semua kaum muslimin adalah menyengaja untuk makan dan minum. Pengertian makan dan minum ini tidak harus selalu berbentuk makanan atau minuman yang memang lumrah dikonsumsi sehari-hari.

Makan dan minum yang dimaksudkan yakni apa saja yang dimasukkan melalui mulut ke tubuh baik hal tersebut sesuatu yang bermanfaat yakni memang makanan dan minuman atau sesuatu yang tidak “biasa” untuk dimakan seperti tissue dan lain sebagainya.

Namun jika seseorang makan dan minum karena lupa, dipaksa atau keliru maka puasanya tidak batal. Hal ini sebagaimana yang diterangkan di dalam hadist Rasulullah shalallahu alaihi wa salam melalui riwayat Abu Hurairah radiallahu anhu.

إِذَا نَسِىَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ

“Apabila seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa, hendaklah dia tetap menyempurnakan puasanya karena Allah telah memberi dia makan dan minum.”

Selain makan dan minum melalui mulut, memasukkan makanan dan minuman lewat infus juga termasuk pembatal puasa. Hal ini karena injeksi makanan dan minuman dari infus dihukumi sama dengan makan atau minum lewat mulut.

Puasa wajib diqadha atau diganti apabila batal akibat makan dan minum dengan sengaja. Namun tidak ada kafarah yang harus dibayarkan orang yang berpuasa.

2. Keluar Haidh dan Nifas

Keluarnya darah haidh dan nifas baik di awal, tengah-tengah atau akhir puasa termasuk ke dalam pembatal puasa. Jika seorang wanita mengalami haidh atau nifas maka puasanya tidak sah dan harus diganti ketika sudah selesai haidh dan nifas.

Seluruh ulama bersepakat mengenai hal ini tanpa ada perbedaan pendapat sedikit pun. Dalam suatu hadist dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam pernah berbicara dengan kaum wanita mengenai tidak sholat dan tidak puasanya wanita karena haidh.

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ » . قُلْنَ بَلَى . قَالَ « فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا »

“Bukankah kalau wanita tersebut haidh, dia tidak shalat dan juga tidak menunaikan puasa?” Para wanita menjawab, “Betul.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itulah kekurangan agama wanita.”

Wanita yang mengalami haidh dan nifas saat berpuasa harus mengqadha’ atau mengganti puasanya tersebut di hari lainnya. Hal ini didasarkan oleh perkataan Aisyah radiallahu anha bahwa wanita yang mengalami haidh diperintahkan mengganti puasa namun tidak diperintahkan mengganti sholat.

3. Sengaja Muntah

Seseorang yang sengaja muntah ketika niat puasa Syaban maka orang tersebut batal puasanya. Namun apabila orang tersebut dipaksa muntah maka puasa yang dijalaninya tetap sah dan tidak harus diqadha untuk puasa wajib.

4. Mani Keluar dengan Sengaja

Mani yang keluar dengan sengaja baik menggunakan tangan, menggesekkan alat kemaluan ke paha atau perut, maupun dengan cara lainnya akan menyebabkan puasanya batal. Jika puasa yang dilakukan adalah niat puasa Syaban maka puasa tersebut tidak perlu diganti karena bukan puasa wajib.

Apabila seseorang mencium pasangannya dan keluar mani, maka puasanya terhitung batal. Tapi jika tidak keluar mani maka puasa tetap sah.

Ketika seseorang berfantasi atau membayangkan suatu hal yang membuatnya keluar mani maka puasa tidak batal. Sebagaimana di dalam hadist Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam berikut:

إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِى مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا ، مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ

“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku apa yang terbayang dalam hati mereka, selama tidak melakukan atau pun mengungkapnya”

Jumlah Hari Puasa Syaban

Jumlah Hari Puasa Syaban

Di dalam sebuah hadist riwayat Muslim yang disampaikan oleh istri Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, Aisyah radiallahu anha bahwa beliau tidak pernah melihat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menyempurnakan puasa hingga sebulan penuh kecuali ketika bulan Ramadhan.

Aisyah radiallahu anha juga tidak pernah melihat Rasulullah dalam sebulan (selain Ramadhan) berpuasa lebih banyak dibandingkan puasa di bulan Sya’ban.

Di dalam kitab al Majmu Syarhul Muhaddzab, Imam an Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud di dalam hadist di atas adalah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam banyak melakukan puasa di bulan Syaban.

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam banyak berpuasa baik sebagian besar harinya atau sebulan penuh. Sehingga jika ditanya puasa Syaban berapa hari? Maka jawabannya adalah tidak ada ketentuan mutlak mengenai batasan minimal harinya.

Adakah Larangan Berpuasa Syaban Setelah Nisfu Syaban?

Adakah Larangan Berpuasa Syaban Setelah Nisfu Syaban

Sebagaimana diketahui bahwa Nisfu Syaban merupakan malam pertengahan bulan Syaban yang jatuh tepat pada tanggal 15. Malam Nisfu Syaban dikenal sebagai malam penuh keberkahan dan pengampunan.

Follow Primaradio.co.id untuk mendapatkan informasi teruptodate Disini